Senin, 28 April 2025

Sejarah Halal Bi Halal: Jejak Tradisi dari Era Kerajaan Majapahit

Senin, 31 Maret 2025 | 08:09
Oleh: Wina MM
Sejarah Halal Bi Halal: Jejak Tradisi dari Era Kerajaan Majapahit
Sejarah Halal Bi Halal: Jejak Tradisi dari Era Kerajaan Majapahit, Oleh: KRA. Samsul A. Wijoyonagoro, CH., CHt. (Pangarso PKHN Pang Bojonegoro)
Oleh: KRA. Samsul A. Wijoyonagoro, CH., CHt. (Pangarso PKHN Pang Bojonegoro) KLIKINDONESIA (BOJONEGORO) - Tradisi halal bi halal yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat Indonesia ternyata memiliki akar sejarah yang dalam dan menarik. Dalam tulisan ini, penulis mengutip dari berbagai sumber, termasuk serat yang mengisahkan tradisi lokal Nusantara di era Kerajaan Majapahit, seperti yang tercatat dalam naskah Nagarakartagama dan Pararaton. Tradisi ini memperlihatkan bagaimana nilai-nilai kebersamaan dan penghormatan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sejak masa lampau. ______________________________________________________________________________________ Halal bi halal yang kita kenal sebagai tradisi silaturahmi setelah Idul Fitri tidak hanya merupakan hasil dari perkembangan budaya Islam di Indonesia, tetapi juga terinspirasi oleh tradisi lokal yang disebut Karameyan Srada. Perayaan ini berlangsung di bawah kepemimpinan Prabu Hayam Wuruk, diadakan setiap tahun pada bulan Badra, dan berlangsung selama 11 hari dari tanggal 4 hingga 15. ______________________________________________________________________________________ Pada tanggal 4, para raja taklukan dan pejabat kerajaan diwajibkan memberikan persembahan kepada Prabu Hayam Wuruk sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur. Tradisi ini mencerminkan kearifan lokal yang mengedepankan kebersamaan, penghormatan kepada pemimpin, dan hubungan spiritual yang kuat dengan Sang Pencipta. ______________________________________________________________________________________ Puncak acara terjadi pada tanggal 15 Badra, di mana seluruh rakyat, abdi dalem, dan keluarga kerajaan dari berbagai daerah dipanggil untuk menghadiri upacara besar. Pada hari tersebut, mereka tidak hanya menyampaikan penghormatan kepada raja, tetapi juga dianjurkan untuk mengunjungi orang tua serta saudara yang lama tidak bertemu. Tradisi ini menjadi sarana untuk mempererat hubungan kekeluargaan dan solidaritas sosial. ______________________________________________________________________________________ Tidak berhenti di situ, tujuh hari setelah puncak acara, Prabu Hayam Wuruk menunjukkan kemurahan hatinya dengan membagikan makanan dan pakaian kepada kaum fakir miskin. Langkah ini tidak hanya mencerminkan jiwa kepemimpinan yang bijak, tetapi juga menjadi wujud nyata dari nilai gotong royong dan kepedulian sosial yang begitu kental dalam tradisi Majapahit. ______________________________________________________________________________________ Penulis berpendapat bahwa akulturasi budaya dengan nilai-nilai agama seperti yang terlihat dalam tradisi ini membuktikan bahwa proses adaptasi dan pengayaan tradisi lokal dengan ajaran agama sudah terjadi sejak masa lampau. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki kemampuan luar biasa dalam menyatukan nilai-nilai luhur dari berbagai sumber menjadi sebuah harmoni yang indah. ______________________________________________________________________________________ Menariknya, esensi dari Karameyan Srada inilah yang kemudian diadaptasi dalam tradisi Islam di Indonesia, menjadi apa yang kita kenal sebagai halal bi halal. Silaturahmi, saling memaafkan, dan mempererat hubungan kekeluargaan menjadi inti dari tradisi ini, yang relevansinya tetap kuat hingga kini. Halal bi halal bukan sekadar momen untuk bermaaf-maafan, tetapi juga sarana untuk memperkuat hubungan sosial dan menjalin persaudaraan yang lebih erat. ______________________________________________________________________________________ Di tengah arus modernisasi, tradisi seperti halal bi halal seharusnya menjadi refleksi bagi kita semua. Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, seperti kebersamaan, kepedulian, dan saling menghormati, adalah warisan budaya yang harus terus dilestarikan. Sebagai generasi penerus, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga nilai-nilai ini tetap hidup agar harmoni sosial yang menjadi cita-cita leluhur dapat terus terwujud. ______________________________________________________________________________________ Sejarah halal bi halal mengingatkan kita bahwa tradisi adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Dengan memahami akar sejarahnya, kita tidak hanya menghormati warisan leluhur tetapi juga memperkuat identitas budaya kita sebagai bangsa yang kaya akan kearifan lokal. Mari kita jadikan halal bi halal sebagai momentum untuk memperkuat persaudaraan, mempererat hubungan sosial, dan menciptakan masyarakat yang lebih harmonis.*

Berita Terkait

Kirim Komentar

Berita Lainnya